Tuesday, August 28, 2007

skripsi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala sekolah merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan. Kepala sekolah adalah satu tolok ukur untuk tercapainya cita-cita sekolah. Peran kepala sekolah sangat penting dalam mengembangkan dan memajukan sekolah. Kegiatan utama pendidikan di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuannya adalah kegiatan pembelajaran, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembalajaran. Oleh karena itu, salah satu tugas kepala sekolah adalah sebagai supervisor, yaitu mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Sergiovani dan Starrat (1993) menyatakan bahwa:
“Supervision is a process designed to help teacher and supervisor learn more about their practice; to better able to use their knowledge and skills to better serve parents and schools; and to make the school a more effective learning community”.
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas-tugas di sekolah; agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik pada orang tua peserta didik dan sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.
Supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, meskipun dalam organisasi pendidikan modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan objektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugasnya.
Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.1
Kegiatan ini membutuhkan berbagai macam kreatifitas yang lebih, disamping kepala sekolah sebagai seorang edukator, manajer, administrator, leader, innovator, dan motivator ia merupakan seorang supervisor yang senantiasa mengawasi, mengontrol dan mengendalikan bawahannya dalam hal ini adalah guru-guru yang aktif dalam kegiatan mengajar di sekolah itu.
Supervisi memberikan dukungan pelayanan kepada fungsi pengajaran secara tinggi yang berhubungan dengan pengajaran bagi anak-anak.2 Jadi sekolah sangat membutuhkan seorang yang mengontrol kegiatan belajar-mengajar. Kepala sekolah merupakan sosok yang pantas untuk menjadi supervisor, adapun para guru dan anggota yang terkait adalah menjadi pendukung, penguat dan pelaksana kegiatan yang sudah menjadi kesepakatan dan disetujui oleh kepala sekolah.
Dalam berbagai macam usaha ataupun kegiatan apa saja sudah menjadi suatu keniscayaan kalau di dalamnya terdapat berbagai macam problematika, kendala-kendala dan sebagainya yang menghambat pelaksanaan kegiatan tersebut.
Kemajuan sekolah bukanlah hal yang mudah untuk dicapai, problematika senantiasa datang silih berganti untuk diselesaikan, dari yang kecil hingga yang besar, dari yang mudah hingga yang sulit. Dalam hal ini Sekolah Dasar Integral Luqman Al Hakim Surabaya menjadi daya tarik bagi peneliti untuk mengetahui bagaimana menyelesaikan problem-problem yang dihadapi kepala sekolah sehingga tetap eksis dan maju di tengah-tengah banyaknya persaingan.
Keberhasilan pendidikan dalam sekolah tersebut merupakan buah kerja sama antara kepala sekolah dengan seluruh karyawannya serta segenap komponen (keluarga, sekolah dan masyarakat) yang ada. Dari hal tersebut di atas peneliti mempunyai gambaran yang sifatnya masih tentatif bahwa berkualitasnya pendidikan di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya tersebut karena para gurunya memiliki teknik-teknik untuk mengefektifkan pengelolaan kelas dan kepala sekolahlah yang ikut berperan membina para gurunya sehingga keberhasilan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan dan semangat kerja yang handal pada sekolah tersebut dapat tercapai, sehingga wajar kalau sekolah tersebut bisa dikatakan sekolah yang mempunyai daya saing yang bisa dilihat dari berbagai aspek, meskipun banyak kekurangan yang dimiliki. Keberhasilan tersebut adalah keberhasilan kepala sekolah SD Integral Luqman Al-Hakim dalam mengelola sekolah tersebut, baik itu dengan cara pengawasan atau supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah itu.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut.
1.Bagaimana pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di SD Integral Luqman Al Hakim surabaya?
2.Bagaimana problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di SD Intergral Luqman Al Hakim Surabaya?
3.Bagaimana cara menyelesaikan problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di SD Intergral Luqman Al Hakim Surabaya?
C. Tujuan Penelitian
Berpijak dari rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1.Untuk mengetahui pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya.
2.Untuk mengetahui problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di SD Integral Luqman Al Hakim Surabaya.
3.Untuk mengetahui cara menyelesaikan problematika pelaksanaan supervisi kepala Sekolah Dasar Integral Luqman Al Hakim Surabaya.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk pengembangan dan masukan bagi Sekolah Dasar Luqman Al-Hakim Surabaya dalam pengawasan kepala sekolah terhadap guru-guru serta memberikan kontribusi dalam dunia manajemen pendidikan Islam di Indonesia.
2.Manfaat Praktis
Penelitian ini dilakukan untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh oleh peneliti selama masa kuliah dan untuk memenuhi persyaratan sistem SKS program strata satu (S1) di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim Surabaya dan juga sebagai sumbangan literatur bagi sekolah tinggi tersebut.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Pembatasan masalah merupakan tahap yang sangat penting dalam penelitian kualitatif walaupun sifatnya masih tentatif.3 Karena sangat luasnya masalah dalam pelaksanaan supervisi, maka dalam penelitian ini penulis membatasi pada masalah pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru selama kepala sekolah memimpin sekolah tersebut.
F. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman dan menghindari kesalahan persepsi dalam penelitian ini, maka akan dijelaskan secara definitif bentuk supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya sebagai berikut:
1.Problematika
Problem: masalah atau persoalan, problematika: masih menimbulkan masalah, masih belum dapat dipecahkan.4 Problematika (persoalan) adalah akibat yang dapat dilihat dari suatu sebab yang terjadi pada suatu waktu dimasa lalu.5
2.Pelaksanaan
Pelaksanaan: proses, cara, perbuatan melaksanakan (rancangan, keputusan dan sebagainya).6 Implementasi: pelaksanaan, penerapan.7 Yang dimaksud di sini ialah pelaksanaan supevisi (pengawasan/kontrol) oleh kepala sekolah terhadap bawahannya (guru-guru).
3.Supervisi
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.8
4.Kepala sekolah
Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.9
5.Supervisi Kepala Sekolah
Suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan kepala sekolah untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.10
6.Guru-guru
Guru-guru atau para pendidik, dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik, guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di lembaga pendidikan formal maupun non formal seperti di sekolah, masjid, musholla, dan lain-lain.11
G. Metode Penelitian
1.Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu mendeskripsikan masalah yang tidak dapat diukur akan tetapi diungkapkan dalam bentuk pemaparan yang ilmiah dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan metode yang ada.12 Menggunakan pendekatan kualitatif karena berangkat dari permasalahan yang dikategorikan dalam tataran ilmu sosial, pendidikan dan keagamaan, oleh karena itu dalam penelitian ini akan memaparkan bentuk supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al Hakim Surabaya.
2.Subjek Penelitian
Yang akan menjadi subjek penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah kepala sekolah dan para guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya.
3.Objek penelitian
a.Pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya
b.Problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya
c.Penyelesaian problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya
4. Tehnik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif-deskriptif dengan metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung di lapangan, oleh karena itu peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan metode:
a.Observasi
Media pengumpulan data ini, peneliti lebih banyak menggunakan salah satu dari panca indra yaitu penglihatan. Instrumen ini sangat efektif ketika membutuhkan informasi berupa kondisi atau fakta alami, tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami.13 Tujuannya untuk menilai langsung kegiatan kepala sekolah dan guru-guru dalam beraktivitas.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara, seperti ditegaskan oleh Linclon dan Guba (1985: 266), antara lain: mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan; merekonstruksi kebulatan-kebulatan sebagai yang dialami masa lalu; memproyeksikan kebulatan-kebulatan sebagai yang diharapkan untuk dialami pada masa yang akan datang; memverifikasi, mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain, baik manusia maupun bukan manusia (triangulasi); dan memverifikasi, mengubah dan memperluas konstruksi yang dikembangkan sebagai pengecekan anggota.14
Dalam penelitian yang mengengkat masalah problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah ini peneliti menentukan obyek dari wawancara ini ialah:
a.Kepala sekolah sebagai Top Leader Sekolah sekaligus juga sebagai Supervisor yang menetapkan kebijakan dan mengambil keputusan terhadap segala kebijakan di sekolah.
b.Guru-guru sebagai bawahan dari kepala sekolah yang terjun langsung untuk menghadapi peserta didik di sekolah dan yang menjadi sumber inspirasi bagi peserta didik tersebut.
Tehnik dalam wawancara ini yang digunakan adalah:
1). Interview terpimpin atau guided interview, yaitu wawancara yang dilalakukan dengan menggunakan pedoman yang telah dipersiapkan oleh peneliti terlebih dahulu.
2). Interview tak terpimpin, yaitu wawancara yang dilakukan secara bebas dan biasanya dilakukan diawal penelitian.15
c. Dokumentasi
Data dokumentasi merupakan laporan tertulis dari suatu peristiwa yang isinya terdiri dari penjelasan dan pemikiran peristiwa serta ditulis dengan sengaja untuk menyimpan atau merumuskan keterangan mengenai peristiwa tersebut.16 Seperti catatan, transkip, buku, surat kabar, notulen rapat, agenda, dan lain-lain.17
Sebagai aplikasi penggunaan metode ini, peneliti juga menggunakan arsip-arsip yang dimiliki oleh Sekolah Dasar Integral Luqman Al Hakim Surabaya dalam bentuk dokumen yang berupa tulisan keterangan dan gambar (photo) tentang kepala sekolah dalam aktivitas kepengawasannya terhadap guru-guru yang ada di sekolah tersebut.
Menurut Lexy J. Moleong ada tiga tahap dalam penelitian yaitu:
a.Tahap pra lapangan
Tahap ini adalah orientasi untuk mempermudah gambaran umum mengenai latar belakang penelitian. Kegiatan ini dilakukan dengan menyusun rencana penelitian, menjajaki dan menilai lapangan memilih dan memanfaatkan informan serta mempersiapkan perlengkapan penelitian.
b.Tahap lapangan
Pada tahap ini merupakan tahap eksplorasi secara terfokus sesuai dengan pokok permasalahan yang dipilih sebagai fokus penelitian. Tahap ini merupakan tahap dimana peneliti memasuki lapangan yang dituntut untuk melakukan interview serta pengamatan dan pengumpulan data dan dokumen.
c.Tahap analisa data
Dalam tahap ini peneliti mengatur urutan data sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan, apakah itu ditunjang dengan data tersebut benar atau tidak sehingga mendapatkan kesimpulan yang dapat dipertanggung-jawabkan.18
H. Instrumen Pengumpulan Data
1.Kehadiran Peneliti
Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif mempunyai ciri khas di antaranya yaitu “pada waktu pengumpulan data di lapangan, peneliti ikut berperan serta pada situs (obyek) penelitian dan mengikuti secara aktif kegiatan kemasyarakatan (obyek penelitian) tersebut. Selain itu manusia sebagai alat saja yang dapat berhubungan dengan responden atau obyek lainnya dan hanya manusialah yang dapat memahami kaitan-kaitan kenyataan di lapangan,19 menggunakan manusia sebagai instrumen, dalam penelitian ini instrumen utamanya adalah peneliti sendiri”.20 Peneliti disebut sebagai instrumen kreatif, yaitu peneliti ini sendiri yang harus rajin dan giat menggali informasi sekaligus sebagai pengumpul data, pengalisis dan pembuat laporan.21
2.Pedoman Wawancara
Instrumen penelitian yang lain adalah pedoman wawancara yang berisi sejumlah pertanyaan yang mengarahkan peneliti untuk mendapatkan data yang akurat.
I. Sumber Data
Menurut Lofland (1984: 47) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan adapun selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu, pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis.22
a.Kata-kata dan tindakan
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video atau audio tapes, pengambilan photo, atau film.
Dalam menggali informasi, peneliti senantiasa berorientasi pada tujuan penelitian karena peneliti memiliki seperangkat tujuan penelitian yang diharapkan dapat tercapai untuk memecahkan sejumlah masalah penelitian.23 Sumber data ini adalah kepala sekolah dan guru-guru.
a.Sumber Tertulis
Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber data tertulis dibagi atas sumber buku dan karya ilmiah (buku, disertasi atau tesis, jurnal), sumber dari arsip, dokumentasi pribadi (surat, buku harian, anggaran pemasukan atau pengeluaran dari rumah tangga, surat-surat, cerita tentang keadaan lokal, pepatah, lagu daerah, drama lokal, dan sebagainya), dan dokumen resmi (laporan rapat, bulletin resmi, buku peraturan dan tata tertib, usul-usul kebijakan, daftar kemajuan staf pengajar dan pegawai tata usaha, dalam laporan kemajuan siswa).24
J. Teknik Analisis Data
Analisis data, menurut Patton (1980: 268), adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Ia membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.25 Bogdan dan Taylor (1975: 79) mendefinisikan analisis data sebagai proses merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja.26
Dari definisi analisis data di atas kita bisa bisa menarik kesimpulan bahwa analisis data adalah mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan tanggapan peneliti, gambar, foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode, dan mengkategorisasikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.27
Uraian di atas memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data ini dilihat dari segi tujuan penelitian. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui fakta yang ada pada kegiatan yang berkaitan dengan problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di SD Integral Luqman Al Hakim Surabaya, kemudian penulis memadukan dengan teori-teori yang ada kaitannya dengan dengan penulisan ini sehingga informasi dari pengambilan kebijakan dapat dijamin validitasnya dan legitimasinya. Kemudian mengambil kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dan peneliti mengkomparasikan data-data yang bersifat empiris dengan data teoritis, dan yang terakhir peneliti memaparkan ide-ide atau pemikiran yang berhubungan dengan hasil penelitian itu secara reflektif dalam melakukan penyempurnaan terhadap kondisi realitas subyek penelitian.
K. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh tentang skripsi ini, maka berikut ini akan dikemukakan tentang sistematika pembahasan yaitu :
BAB I: Pada bab ini berisikan pendahuluan yang menguraikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode penelitian, instumen pengumpulan data, sumber data, teknik analisis data, dan sistemtika pembahasan.
BAB II: Peneliti akan memaparkan tentang teori-teori dasar yang digunakan peneliti antara lain:
Supervisi: supervisi, pengertian supervisi atau pengawasan, tipe-tipe supervisi/kepengawasan, fungsi-fungsi supervisi, tugas-tugas supervisor, prinsip-prinsip dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, fungsi kepala sekolah sebagai supervisor pengajaran, jenis supervisi, problematika pelaksanaan supervisi, dan solusi problematika pelaksanaan supervisi.
BAB III: Akan membahas penyajian data penelitian tentang:
Sejarah berdirinya, Letak geografis, visi dan misi, struktur organisasi, kurikulum, model pembelajaran, keadaan guru dan karyawan
di SD Integral Luqman Al-Hakim Surabaya.
Bab IV: Akan membahas analisis data tentang temuan dan teori pelaksanan, problematiaka, dan cara menyelesaikan problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al-Hakim Surabaya.
Bab V: Adalah penutup yang meliputi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan hasil penelitian.












BAB II
KAJIAN TEORI TENTANG PROBLEMATIKA PELAKSANAAN SUPERVISI KEPALA SEKOLAH TERHADAP GURU-GURU
A. Pelaksanaan Supervisi
1.Pengertian Supervisi
Supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.28
Fungsi supervisi atau pengawasan dalam pendidikan bukan hanya sekadar kontrol, melihat apakah segala kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana atau program yang telah digariskan, tetapi lebih dari itu. Supervisi dalam pendidikan mengandung pengertian yang luas. Kegiatan supervisi mencakup penentuan kondisi-kondisi atau syarat-syarat personel maupun material yang diperlukan untuk terciptanya situasi belajar-mengajar yang efektif, dan usaha memenuhi syarat itu.
Seprti dikatakan oleh Nealey dan Evans dalam bukunya, “Hand book for effective supervision of instruction”, seperti berikut: “...the term ‘supervision’ is used to describe those activities which are primarily and directly concerned whit studying and improving the conditiaons which surround the learning and groeth of pupils and teachers”.
Dalam dunia pendidikan di Indonesia, perkataan supervisi belum begitu populer. Sejak penjajahan belanda hingga sekarang orang lebih mengenal kata “inspeksi” daripada supervisi. Pengertian “inspeksi” sebagai warisan pendidikan belanda dulu, cenderung kepada pengawasan yang bersifat otokratis, yang berarti “mencari kesalahan-kesalahan guru dan kemudian menghukumnya”. Sedangkan supervisi mengandung pengertian yang lebih demokratis. Dalam pelaksanaannya, supervisi bukan hanya mengawasi apakah para guru/pegawai menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi atau ketentuan-ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga berusaha bersama guru-guru, bagaimana cara memperbaiki proses belajar mengajar. Jadi dalam kegiatan supervisi, guru-guru tidak dianggap sebagai pelaksana pasif, melainkan diperlakukan sebagai partner bekerja yang memiliki ide-ide, pendapat-pendapat, dan pengalaman-pengalaman yang perlu didengar dan dihargai serta diikutsertakan di dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan. Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Burton dalam bukunya, “Supervision a Social Process”, Sebagai berikut: “ Supervision is a expert technical service primarily aimed at studying and cooperatively all factors which affect chil growth and development”.
Sesuai dengan rumusan Burton tersebut, maka:
1)Supervisi yang baik mengarahkan perhatiannya kepada dasar-dasar pendidikan dan cara-cara belajar serta perkembangannya dalam pencapaian tujuan umum pendidikan.
2)Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar mengajar secara total; ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas yang menunjang kelancaran proses belajar mengajar, peningkatan mutu pengetahuan keterampilan guru-guru, pemberian bimbingan dan pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi pengajaran, dan sebagainya.
3)Fokusnya pada setting for learning, bukan pada seseorang atau sekelompok orang. Semua orang, seperti guru-guru, kepala sekolah, dan pegawai sekolah lainnya adalah teman sekerja (co workers) yang sama-sama bertujuan mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kegiatan belajar mengajar yang baik.
Sesuai dengan rumusan di atas, maka kegiatan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan supervisi dapat disimpulkan sebagai berikut:
a)Membangkitkan dan merangsang semangat guru-guru dan pegawai sekolah lainnya dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
b)Berusaha dan melengkapi alat-alat perlengkapan termasuk macam-macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar-mengajar yang baik.
c)Bersama guru-guru, berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode baru dalam proses belajar mengajar yang lebih baik.
d)Membina kerja sama yang baik dan harmonis antara guru, murid dan pegawai sekolah lainnya.
e)Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan workshop, seminar, inservice-training, atau up-greading.
Jadi supervisi mempunyai pengertian yang luas. Supervisi juga artinya bantuan dari para pemimpin sekolah yang tertuju pada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan tertentu. Ia berupa dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru, seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses penagajaran, dan sebagainya.29
2.Tipe-tipe kepengawasan
Sehubungan dengan arti supervisi seperti diuraikan di atas, jelaslah bahwa fungsi pokok pemimpin sekolah sebagai supervisor terutama ialah membantu guru-guru dalam mengembangkan potensi-potensi mereka sebaik-baiknya.
Burton dan Brueckner mengemukakan adanya lima tipe supervisi, yaitu ispeksi, laissez-faire, coercive, training and guidance, dan democratic leadership. Secara singkat kelima tipe tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
2)Supervisi sebagai inspeksi
Dalam administrasi dan kepemimpinan yang otokratis, supervisi berarti inspeksi. Dalam bentuk inspeksi ini, supervisi semata-mata merupakan kegiatan menginspeksi pekerjaan-pekerjaan guru atau bawahan. Orang-orang yang bertugas/atau mempunyai tanggung jawab tentang pekerjaan itu disebut inspektur. Istilah ini masih berlaku resmi dan umum di negara kita meskipun sebenarnya tugas dan pelaksanaan sudah banyak mengalami perubahan.
Inspeksi bukanlah suatu pengawasan yang berusaha menolong guru untuk mengembangkan dan memperbaiki cara dan daya kerja sebagai pendidik dan pengajar. Inspeksi dijalankan terutama dimaksud untuk meneliti/mengawasi apakah guru atau bawahan menjalankan apa-apa yang sudah di instrusikan dan ditentukan oleh alasan atau tidak, sampai dimana guru-guru atau bawahan menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan/ditentukan atasannya. Jadi inspeksi kegiatan-kegiatan mencari kesalahan.
Untuk menentukan konduite – baik-buruknya – guru-guru/bawahan dilihat semata-mata dari: sampai dimana ketaatan dan kebaikannya menjalankan tugas-tugas atasan tersebut. Guru-guru atau bawahan tidak pernah dimintai pendapat, diajak merundingkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya. Musyawarah dan mufakat tidak berlaku dalam hal ini. Inilah ciri-ciri kepengawasan yang khas yang berlaku pada zaman kolonial dahulu, yang hingga kini masih juga terdapat sisa-sisanya dalam dunia pendidikan kita. Inspeksi merupakan tipe kepengawasan yang otokratis.
2) Laissez faire
Kepengawsan yang bertipe laissez faire sesungguhnya merupakan kepengawasan yang sama sekali tidak konstruktif. Kepengawasan laissez faire membiarkan guru-guru/bawahan bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk dan bimbingan. Guru-guru boleh menjalankan tugasnya menurut apa yang mereka sukai, boleh mengajar apa yang mereka ingini dan dengan cara mereka masing-masing.
Sama halnya dengan laissez faire pada sistem ekonomi, tipe laissez faire pada supervisi adalah berdasarkan pandangan demokrasi yang salah. Kita mengetahui bahwa hal yang demikian bukanlah demokrasi, melainkan justru suatu kepengawasan yang lemah dan tanpa tangguang jawab. Seorang kepala sekolah yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan bantuan, pengawasan, dan koreksi terhadap pekerjaan guru-guru atau anggota yang dipimpinnya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan sepenuhnya kepada mereka masing-masing, tanpa petunjuk atau saran-saran, tanpa ada koordinasi.
Tidak mengherankan jika dalam kepengawasan laissez faire ini mudah sekali timbul kesimpangsiuran dalam kekuasaan dan tanggung jawab di antara guru-guru dan pegawai-pegawai lainnya, mudah timbul perselisihan dan kesalahpahaman di antara mereka. Segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan bimbingan pemimpin. Para anggota tidak memiliki pengertian yang tegas tentang batas-batas kekuasaan dan tanggung jawab mereka masing-masing. Dengan demikian, sukar diharapkan adanya kerja sama yang harmonis yang sama-sama diarahkan ke satu tujuan.
3) Coercive supervision
Hampir sama dengan kepengawasan yang bersifat inspeksi, tipe kepengawasan ini bersifat otoriter. Di dalam tindakan kepengawasannya si pengawas bersifat memaksakan segala sesuatau ang dianggapnya benar dan baik menurut pendapatnya sendiri. Dalam hal ini pendapat dan inisiatif guru tidak dihiraukan atau tidak dipertimbangkan. Yang penting, guru harus tunduk dan menuruti petunjuk-petunjuk yang dianggap baik oleh supervisor itu sendiri. Mungkin dalam hal-hal tertentu kepengawasan tipe coercive ini berguna dan sesuai; misalnya bagi guru yang mulai belajar dan mengajar. Akan tetapi, untuk perkembangan pendidikan pada umumnya tipe coercive ini banyak kelemahannya. Tidak semua kepala sekolah atau supervisi cara-cara mengajar yang baik untuk seluruh mata pelajaran.
4) Supervisi sebagai latihan bimbingan
Dibandingkan dengan tipe-tipe supervisi yang telah dibicarakan terdahulu, tipe ini lebih baik. Tipe supervisi ini berlandaskan suatu pandangan bahwa pendidikan itu merupakan proses pertumbuhan bimbingan. Juga berdasarkan pandangan bahwa orang-orang yang diangkat sebagai guru pada umumnya telah mendapat pendidikan pre-service disekolah guru. Oleh karena itu, supervisi yang dilakukan selanjutnya ialah untuk melatih (to train) dan memberi bimbingan (to guide) kepada guru-guru tersebut dalam tugas pekerjaannya sebagai guru.
Tipe ini baik, terutama bagi guru-guru yang baru mulai mengajar setelah keluar dari sekolah guru. Kelemahannya ialah: mungkin pengawasan, petunjuk-petunjuk, ataupun nasihat-nasihat yang diberikan dalam rangka training dan bimbingan itu bersifat kolot, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan pendidikan dan tuntutan zaman sehingga dapat terjadi kontradiksi antara pengetahuan yang telah diperoleh guru dari sekolah guru dengan pendapat supervisor itu sendiri. Kontradiksi ini dapat pula terjadi karena sebaliknya, pendapat supervisi itu lebih maju sedangkan pengetahuan yang diperolah guru adalah bersifat konservatif.
5) Kepengawasan yang demokrasi
Dalam kapamimpinan yang demokratis, kepengawan atau supervisi bersifat demokratis pula. Supervisi merupakan kepemimpinan pendidikan secara kooperatif. Dalam tingkat ini, supervisi bukan lagi suatu pekerjaan yang dipegang oleh seorang petugas, melainkan merupakan pekerjaan-pekerjaan bersama yang di koordinasikan. Tanggung jawab tidak dipegang sendiri oleh supervisor, melainkan dibagi-bagikan kepada para anggota sesuai dengan tingkat, keahlian, dan kecakapannya masing-masing.
Masalah penting yang perlu mendapat perhatian bagi para pengawas dan kepala sekolah selaku supervisor ialah menemukan cara-cara bekerja secara kooperatif yang efektif. Kemajuan dalam situasi belajar murid-murid tidak dapat dicapai dengan memusatkan perhatian kepada teknik-teknik mengajar semata-mata.
Kerja sama yamg esensial ialah yang dapat memajukan/mengembangkan:
aPengertian yang mendalam pada individu dan kelompok tentang tujuan-tujuan pendidikan, serta pengabdiannya terhadap tujuan-tujuannya itu.
bKesediaan dan kerelaan untuk menerima tanggung jawab pribadi dan kelompok bagi tercapainya tujuan-tujuan bersama.
cKecakapan untuk memberi sumbangan-sumbangan secara efektif dan kreatif bagi terpecahkannya masalah-masalah yang bertalian dengan pencapaian tujuan-tujuan.
dKoordinasi untuk kepentinagn usaha bersama secara keseluruhan.
Bentuk-bentuk kegiatan kerja sama yang sesuai dengan maksud-maksud tersebut sangatlah banyak, akan tetapi, yang pokok dan sangat penting bagi fungsi kepengawasan ialah:
a)Kerjasama dalam merencanakan pekerjaan-pekerjaan, terutama dalam merumuskan tujuan-tujuan dan menentukan prosedur-prosedur pelaksanaannya.
b) Keja sama dalam membagi sumber-sumber tenaga dan tanggung jawab-tanggung jawab dalam berbagai aspek pekerjaan.
c)Kerja sama dalam menilai pelaksanaan prosedur penilaian terhadap hasil-hasil pekerjaan.
3.Fungsi-fungsi supervisi
Fungsi-fungsi supervisi pendidikan yang sangat penting diketahui oleh para pimpinan pendidikan termasuk kepala sekolah, adalah sebagai berikut:
1) Dalam bidang kepemimpinan
a)Menyusun rencana dan policy bersama
b)Mengikutsertakan anggota-anggota kelompok (guru-guru, pegawai) dalam berbagai kegiatan.
c)Memberikan bantuan kepada anggota kelompok dalam menghadapi dan memecahkan persoalan-persoalan.
d)Membangkitkan dan memupuk semangat kelompok, atau memupuk moral yang tinggi kepada anggota kelompok.
e)Mengikutsertakan semua anggota dalam menetapkan putusan-putusan.
f)Membagi-bagi dan mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab kepada anggota kelompok, sesuai dengan fungsi-fungsi dan kecakapan masing-masing.
g)Mempertinggi daya kreatif pada anggota kelompok.
h)Menghilangkan rasa malu dan rasa rendah diri pada anggota kelompok sehingga mereka berani mengemukakan penapat demi kepentingan bersama.
2) Dalam hubungan kemunusiaan
a)Memanfaatkan kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
b)Membantu mengatasi kekuarangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis, dan sebagainya.
c)Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
d)Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.
e)Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
3) Dalam pembinaan proses kelompok
g)Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
h)Menimbulkan dan memelihara sikap percaya-mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan.
i)Memupuk sikap dan kesediaan tolong-menolong.
j)Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok.
k)Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat di antara anggota kelompok.
l)Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya.
4)Dalam bidang administrasi personel
a)Memilih personel yang memiliki syarat-syarat dan kecakapan yang diperlukan untuk suatu pekerjaan.
b)Menempatkan personal pada tempat dan tugas yang sesuai dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing.
c)Mengusahakan susunan kerja yang menyenangkan dan meningkatkan daya kerja serta hasil maksimal.
5) Dalam bidang evaluasi
a)Menguasai dan memahami tujuan-tujuan pendidikan secara khusus dan terinci.
b)Menguasai dan memiliki norma-norma atau ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai kriteria penilaian.
c)Mengusai teknik-teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang lengkap, benar, dan dapat diolah menurut norma-norma yang ada.
d)Menafsirkan dan menyimpulkan hasil-hasil penilaian sehingga mendapat gambaran tentang kemungkinan-kemungkinan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan.
Jika fungsi-fungsi supervisi di atas benar-benar dikuasai dan dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh setiap pemimpin pendidikan termasuk kepala sekolah terhadap para anggotanya, maka kelancaran jalannya sekolah atau lembaga dalam pencapaian tujuan pendidikan akan lebih terjamin.
4.Tugas- tugas supervisor
Sehubungan dengan fungsi-fungsi supervisi yang telah dijelaskan di atas, maka berikut dikemukakan macam-macam tugas supervisi pendidikan yang riel dan lebih terinci sebagai berikut:
1)Menghadiri rapat/pertemuan-pertemuan organisasi-organisasi profesional.
2)Mendiskusikan tujuan-tujuan dan filsafat pendidikan dengan guru-guru.
3)Mengadakan rapat-rapat kelompok untuk membicarakan masalah-masalah umum (common problems).
4)Melakukan class room visitation atau class visit
5)Mengadakan pertemuan-pertemuan individual dengan guru-guru tentang masalah-masalah yang mereka usulkan.
6)Mendiskusikan metode-metode mengajar dengan guru-guru.
7)Memilih dan menilai buku-buku yang diperlukan bagi murid-murid.
8)Membimbing guru-guru dalam menyusun dan mengembangkan sumber-sumber atau unit-unit pengajaran.
9)Memberikan saran-saran atau instruksi tentang bagaimana melaksanakan suatu unit pengajaran.
10)Mengorganisasi dan bekerja dengan kelompok guru-guru dalam proses revisi kurikulum.
11)Menginterpretasi data tes pada guru-guru dan membantu mereka bagaimana menggunakannya bagi perbaikan pengajaran.
12)Menilai dan menyeleksi buku-buku untuk perpustakaan guru-guru.
13)Bertindak sebagai konsultan di dalam rapat/pertemuan-pertemuan kelompok lokal.
14)Bekerjasama dengan konsultan-konsultan kurikulum dalam menganalisis dan mengembangkan program kurikulum.
15)Wawancara dengan orang tua wali murid tentang hal-hal yang mengenai pendidikan.
16)Menulis dan mengembangkan materi-materi kurikulum.
17)Menyelenggarakan manual atau buletin tentang pendidikan dan pengajaran dalam ruang lingkup bidang tugasnya.
18)Mengembangkan sistem pelaporan murid, seperti kartu-kartu catatan kumulatif, dan sebagainya.
19)Berwawancara dengan guru-guru dan pegawai untuk mengetahui bagaimana pandangan atau harapan-harapan mereka.
20)Membimbing pelaksanaan program-program testing.
21)Menyiapkan sumber-sumber atau unit-unit pengajaran bagi keperluan guru-guru.
22)Mengajar guru-guru bagaimana menggunakan audio visual aids.
23)Menyiapkan laporan-laporan tertulis tentang kunjungan kelas (class visit) bagi para kepala sekolah.
24)Menulis artikel-artikel tentang pendidikan atau kegiatan-kegiatan sekolah/guru-guru dalam surat-surat kabar.
25)Menyusun tes-tes standar bersama kepala sekolah dan guru-guru.
26)Merencanakan demonstrasi mengajar, dan sebagainya oleh guru yang ahli, supervisi sendiri, ahli-ahli lain dalam rangka memperkenalkan metode baru, alat-alat baru
Implikasi tugas supervisor
1.Mengetahui keadaan/kondisi guru dalam latar belakang kehidupan lingkuangan dan sosial ekonominya, hal ini penting untuk tindakan kepemimpinannya.
2.Merangsang semangat kerja guru dengan berbagai cara.
3.Mengusahakan tersedianya fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan guru.
4.Meningkatkan partisipasi guru dalam kehidupan sekolah.
5.Membina rasa kekeluargaan di lingkungan sekolah antara kepala sekolah, guru, dan pegawai.
6.Mempercepat hubungan sekolah dengan masyarakat, khususnya BP3 dan orang tua murid.
Pelaksanaan supervisi di sekolah selalu berkaitan dengan tipe manajemen pendidikan di sekolah. Dalam hal ini penjelasan Dr. Oteng Sutisna M.Sc. (1979: 156) perlu kita perhatikan ialah bahwa dalam manajemen pendidikan di sekolah yang demokratislah sekolah baru akan mampu menciptakan lingkungan hidup yang demokratis, di mana para guru sebagai pribadi-pribadi ikut serta dalam mengatur sekolah dan program pengajaran yang demokratis.
Di samping itu penggunaan prosedur yang demokratis akan membuat personal sekolah lebih kooperatif dan memberi semangat korps, karena kebanyakan personal sekolah menginginkan untuk ikut dalam perencanaan kebijaksanaan sekolah.
Manajemen pendidikan yang demokratis mendatangkan pertukaran pikiran dan pandangan dari para guru sehingga mendorong mereka untuk berinisiatif.
Oleh karena itu, kepala sekolah sebagai supervisor dan sekaligus sebagai pemimpin sekolah perlu memilih penggunaan menajemen pendidikan di sekolah yang demokratis ini karena dengan demikian kepala sekolah akan banyak dibantu dengan datangnya banyak saran-saran yang berharga dari anak buahnya (para guru) dan kepala sekolah yang bijaksana pasti mampu memilih pikiran-pikiran yang terbaik yang berasal dari guru.30
5.Prinsip-prinsip dan faktor-faktor yan mempengaruhinya
Dari uraian di atas kita ketahui, betapa banyak dan besarnya tanggung jawab kepala sekolah sebagai spervisor. Oleh karena itu, seperti dikatakan Moh. Rifai, M.A., untuk menjalankan tindakan-tndakan supervisi sebaik-baiknya kepala sekolah hendaklah memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif dan kreatif, yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus dapat menimbulkan dorongan untuk bekerja.
2.Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenar-benarnya (realistis, mudah dilaksanakan)
3.Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya.
4.Supervisi harus dapat memberikan perasaan aman pada guru-guru dan pegawai-pegawai sekolah yang disupervisi.
5.Supervisi harus didasarkan atas hubungan profesional, bukan atas dasar hubungan pribadi.
6.Supervisi haus selalu memperhitungkan kesanggupan, sikap, dan mungkin prasangka guru-guru dan pegawai sekolah.
7.Supervisi tidak bersifat mendesak (otoriter) karen dapat menimbulkan perasaan gelisah atau bahkan antipati dari guru-guru.
8.Supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan, atau kekuasaan pribadi.
9.Suprvisi tidak boleh bersifat mencari-cari kesalahan dan kekurangan.
10.Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengaharapkan hasil, dan tidak boleh lekas merasa kecewa.
11.Supervisi juga bersifat preventif, korektif, dan kooperatif. Prepentif berarti berusaha mencegah jangan sampai timbul hal-hal yang negatif; mengusahakan/memenuhi syarat-syarat sebelum terjadinya sesuatu yang tidak kita harapkan. Korektif berarti memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat. Kooperatif berarti bahwa mencari kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan dan usaha memperbaikinya dilakukan bersama-bersama oleh supervisor orang-orang yang diawasi.
Jika hal-hal tersebut diatas diperhatikan dan benar-benar dilaksanakan oleh kepala sekolah, agaknya dapat diharapkan setiap sekolah akan berangsur-angsur maju dan berkembang sebagai alat yang benar-benar memenuhi syarat untuk mencapai tujuan pendidikan. Akan tetapi, kesanggupan dan kemampuan seorang kepala sekolah dipengaruhi berhasil tidaknya supervisi atau cepat-lambatnya hasil supervisi itu, antara lain ialah:
1)Lingkungan masyarakat tempat sekolah itu berada. Apakah sekolah itu di kota besar, di kota kecil, atau di pelosok. Di lingkungan masyarakat orang-orang kaya atau di lingkungan orang-orang yang pada umumnya kurang mampu. Di lingkungan masyarakat intelek, pedagang, atau petani, dan lain-lain.
2)Besar-kecilnya sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah. Apakah sekolah itu merupakan kompleks sekolah yang besar, banyak jumlah guru dan muridnya, memiliki halaman dan tanah yang luas, atau sebaliknya.
3)Tingkatan dan jenis sekolah. Apakah sekolah yang dipimpin itu SD atau sekolah lanjutan, semuanya memerlukan sikap dan sifat supervisi tertentu.
4)Keadaan guru-guru dan pegawai yang tersedia. Apakah guru-guru di sekolah itu pada umumnya berwewenang, bagaimana kehidupan sosial-ekonomi, hasrat kemampuannya dan sebagainya.
5)Keadaan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri. Di antara faktor-faktor yang lain, yang terakhir ini adalah yang terpenting. Bagaimanapun baiknya situasi dan kondisi yang tersedia, jika kepala sekolah tidak mempunyai kecakapan dan keahlian yang diperlukan, semuanya tidak akan ada artinya. Sebaliknya, adanya kecakapan dan keahlian yang dimiliki oleh kepala sekolah, segala kekurangan yang ada akan menjadi perangsang yang mendorongnya untuk selalu berusaha memperbaiki dan menyempurnakannya.
6.Fungsi kepala sekolah sebagai supervisor pengajaran
Secara umum, kgiatan atau usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah sesuai dengan fungsinya sebagai supervisor antara lain adalah:
1.membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
2.berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar mengajar.
3.bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku.
4.membina kerjasama yang baik dan harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.
5.berusaha empertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain dengan mengadakan diskusi-diskusi kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, atau mengirim mereka untuk mengikuti penataran-penataran, seminar, sesuai dengan bidangnya masing-masing.
6.membina hubungan kerja sama antara sekolah dengan BP3 atau POMG dan instansi-instansi lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.
7.Jenis supervisi
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa supervisi mengandung pengertian yang luas. Setiap kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan disekolah ataupun di kantor-kantor memerlukan adanya supervisi agar pekerjaan itu dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan oleh guru-guru maupun karyawan pendidikan, penulis berpendapat bahwa supervisi di dalam dunia pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu supervisi umum dan supervisi pengajaran. Di samping kedua jenis supervisi tersebut kita mengenal pula istilah supervisi klinis, pengawasan melekat, dan pengawasan fungsional.
a. Supervisi umum dan supervisi pengajaran
Yang dimaksud denagn supervisi umum di sini adalah supervisi yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan atau pekerjaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan usaha perbaikan pengajaran yang seperti supervisi terhadap kegiatan pengelolaan bangunan dan perlengkapan sekolah atau kantor-kantor pendidikan, supervisi terhadap kegiatan pengelolaan administrasi kantor, supervisi pengelolaan keuangan sekolah atu kantor pendidikan, dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan supervisi pengajaran ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi – baik pesonel maupun material – yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan demikian, apa yang telah dikemukakan di dalam uraian terdahulu tentang pengertian supervisi beserta definisi-definisinya dapat digolongkan kedalam supervisi pengajaran.
b.Supervisi klinis
Supervisi klinis termasuk bagian dari pengajaran. Dikatakan supervisi klinis karena prosedur pelaksanaannya lebih ditekankan kepada mencari sebab-sebab atau kelemahan yang terjadi dalam proses belajar-mengajar, dan kemudian secara langsung pula diusahakan bagaimana cara memperbaiki kelemahan atau kekurangan tersebut. Ibarat seorang dokter yang akan mengobati pasiennya, mula-mula dicari dulu sebab-sebab dan jenis penyakitnya dengan jalan menanyakan kepada pasien, apa yang dirasakannya, di bagian mana dan bagaimana terasanya, dan sebagainya. Setelah diketahui dengan jelas apa penyakitnya, kemudian sang dokter memberikan saran atau pendapat bagaimana sebaiknya agar penyakit itu tidak semakin parah, dan pada waktu itu juga dokter mencoba memberikan resep obatnya. Tentu saja prosedur supervisi klinis tidak persis sama dengan prosedur pengobatan yang dilakukan oleh dokter.
Di dalam supervisi klinis cara “memberikan obatnya” dilakukan setelah supervisor mengadakan pengamatan secara langsung terhadap cara guru mengajar, dengan mengadakan “diskusi balikan” antara supervisor dan guru yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan “diskusi balikan” di sini ialah diskusi yang dilakukan segera setelah guru selesai mengajar, dan bertujuan untuk memperoleh balikan tentang kebaikan maupun kelemahan yang terdapat selama guru mengajar serta bagaimana usaha untuk memperbaikinya. Untuk lebih jelasnya marilah kita bicarakan dahulu apa yang dimaksud dengan supervisi klinis itu.
Richar Waller memberikan definisi tentang supervisi klinis sebagai berikut:
“Supervisi klinis adalah supervisi yang difokuskan pada perbaikan pengajaran dengan melalui siklus yang sistematis dari tahap perencanaan, pengamatan, dan analisis intelektual yang intensif terhadap penampilan mengajar sebenarnya dengan tujuan untuk mengadakan modifikasi yang rasional”. (Clinical supervision may be difined as supervision focused upon the improvemen of instruction by means of sistematic cycles of planning, observation and intensive intelectual analysis of actual teaching performances in the interest of rational modification).
Keith Acheson dan Meredith D. Gall, mengemukakan bahwa
“Supervisi klinis adalah proses membantu guru memperkecil ketidaksesuaian (kesenjangan) antara tingkah laku mengajar yang nyata dengan tingkah laku yang ideal”.
Secara teknik mereka katakan bahwa supervisi klinis adalah suatu model supervisi yang terdiri atas tiga fase yaitu (1) pertemuan perencanaan, (2) observasi kelas, dan (3) pertemuan balik.
Dari kedua definisi tersebut di atas, John J. Bolla menyimpulkan:
“Supervisi klinis adalah suatu proses bimbingan yang bertujuan untuk membantu pengembangan profesional guru/calon guru, khususnya dalm penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perubahan tingkah laku mengajar tersebut”.
Ciri-ciri supervisi klinis
Agar menjadi lebih jelas bagaimana pelaksanaan supervisi klinis itu, supervisor perlu memahami benar-benar ciri-ciri supervisi klinis. La Sulo mengemukakan ciri-ciri supervisi klinis ditinjau dari segi pelaksanaannya sebagai berikut:
2)Bimbingan supervisor kepada guru/calon guru bersifat bantuan, bukan perintah atau instruksi;
3)Jenis ketrampilan yang akan disupervisi diusulkan olah guru atau calon guru yang akan disupervisi, dan disepakati malalui pengkajian bersama antara guru dan supervisor;
4)Meskipun guru tau calon guru mempergunakan berbagai keterampilan mengajar secara terintegrasi, sasaran supervisi hanya pada beberapa keterampilan tertentu saja;
5)Instrumen supervisi dikembangkan akan disepakati bersama antara supervisor dan guru berdasarkan kontrak
6)Balikan diberikan dengan segera secara objektif (sesuai dengan data yang direkam oleh instrumen observasi);
7)Meskipun supervisor telah menganalisis dan menginterpretasi data yang direkam oleh instrumen observasi, di dalam diskusi atau pertemuan balikan guru/calon guru diminta terlebih dahulu menganalisis penampilannya;
8)Supervisor lebih banyak bertanya dan mendengarkan daripada memerintah atau mengarahkan;
9)Sepervisi berlangsung dalam suasana intim dan terbuka;
10)Supervisi berlangsung dalam siklus yang meliputi perencanaan, observasi, dan diskusi/pertemuan balikan.
11)Supervisi klinis dapat dipergunakan untuk pembentukan atau peningkatan dan perbaikan keterampilan mengajar; di pihak lain dipakai dalam konteks pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan (preservice dan inservice education)
c. Pengawasan melekat dan pengawsan fungsional
Di dalam dunia pendidikan kita istilah supervisi disebut juga pengawasan atau kepengawasan. Dalam dekade tahun delapan puluhan, di departeman-departeman khususnya departemen pendidikan dan kebudayaan mulai dikenal dan bahkan ditingkatkan pelaksanaan suatu jenis supervisi yang disebut “pengawasan melekat”. Apa yang dimaksud dengan “pengawasan melekat”? apa perbedaannya dengan “pengawasan fungsional”?
kedua pertanyaan inilah yang akan dicoba dijawab dalam uraian berikut.
Istilah “pengawasan melekat” diturunkan dari bahasa asing built in controle yang berarti suatu pengawasan yang memang sudah dengan sendirinya (melekat) menjadi tugas dan tanggung jawab semua pimpinan, dari pimpinan tingkat atas sampai dengan pimpinan tingkat yang paling bawah dari semua organisasi atau lembaga. Dengan kata lain, semua orang yang menjadi pemimpin, apapun tingkatannya, adalah sekaligus sebagai pengawas terhadap bawahannya masing-masing. Oleh karena setiap pemimpin adalah juga sebagai pengawas, maka kepengawasan yang dilakukan itu disebut “pengawasan melekat”

B.Problematika Pelaksanaan Supervisi
Supervisi dalam pendidikan telah lama dikenal namun demikian tidak semua orang dalam dunia pendidikan mengetahui apa hakekat supervisi itu sendiri. Supervisi yang bermakna kurang realistis disebabkan oleh:
1.supervisi disamakan dengan controlling atau pekerjaan mengawasi, supervisor lebih banyak mengawasi dari pada berbagi ide pengalaman. Membantu guru dalam memperbaiki cara mengajarnya bukan menjadi perhatian utama, orang cenderung menjadi resah dan takut apabila mereka diawasi atau dievaluasi.
2.kepentingan dan kebutuhan supervisi bukannya datang dari para guru, melainkan supervisor itu sendiri menjalankan tugasnya.
3.supervisor sendiri mungkin tidak tahu apa yang akan diamati dan dinilainya, sedangkan guru juga tidak mempunyai pengetahun apa yang diamati dan dinilai supervisor. Akibatnya data pengamatan adalah jelas nampak tidak sistematis, bersifa sangat subjektif dan tidak jelas.
4.pada pihak lain kebanyakan guru tidak suka disupervisi walaupun hal itu merupakan bagian dari proses pendidikan dan pekerjaan mereka.
Dari sebagian alasan tersebut peran dalam organisasi persekolahan menjadi lemah, kurang efisien dan efektif sesuai tujuannya. Pekerjaan supervisi harus dilakukan orang-orang yang “profesional dan kompeten” serta mempunyai visi lebih luas dengan konsep kepemimpinan memperbaiki pengajaran. Supervisor memfokuskan perhatiannya pada hal-hal yang menjadi pusat perhatian serta kebutuhan guru di kelas dan bertindak sebagai agen pembaharuan.
Bolla (1984) mengemukakan bahwa supervisi merupakan kaharusan bagi guru dengan alasan sulit untuk memisahkan, merefleksikan dan menyadari tingkah lakunya bila sedang berintraksi dengan siswa di kelas. Beberapa problema yang dihadapi guru dilihat dari perbedaan antara lain adalah perbedaan latar belakang pendidikan, orientasi profesional, tujuan dan ketrampilan, kesanggupan jasmani, kualifikasi kemampuan memimpin, kondisi psikologik, dan pengalaman mengajar. Perbedaan ini dapat terjadi karena bergamnya jenis dan jenjang pendidikan, suatu studi yang dilaksanakan oleh A. W. Sturges (11978) melaporkan adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan dalam pelaksanaan supervisi. Berdasarkan laporan tersebut dikemukakan ketidak konsistenan antara pandangan normatif dengan pandangan deskriptif mengenai supervisi. Dilihat dari sifat dan tujuan supervisi pengajaran ditemukan bahwa tujuan supervisi pengajaran seharusnya membantu dalam perbaikan pengajaran, kenyataannya supervisor pengajaran lebih menekankan pada tanggung jawab administratif guru.31
Temuan ini berimplikasi pada tidak terpanuhinya keinginan guru mendapat bantuan langsung dari supervisor untuk memperbaiki pengajaran. Mestinya supervisor dapat mengkombinasikan tanggung jawab perbaikan pengajaran dilihat dari aspek profesional dengan tanggung jawab administrasi guru untuk mencapai hasil yang lebih luas dari pada yang terdapat pada level kelas melalui perbaikan pengajaran. Karena bantuan pengajaran merupakan pembinaan profesional, sedangkan pendekatan admininstratif merupakan dari bagian birokrasi.
Dilihat dari aktivitas supervisor pengajaran, bahwa tujuan supervisor pengajaran seharusnnya memberikan bantuan langsung bagi guru kelas untuk memperbaiki pengajaran dan memperbaiki pembelajaran anak. Kenyatannya, beberapa guru tidak merasakan bahwa supervisor pengajaran mencurahkan waktu yang cukup untuk perbaikan pengajaran, jadi supervisor tidak memberikan bantuan yang diharapkan oleh guru. Kemudian dilihat dari penyiapan supervisor pengajaran bahwa penyiapan supervisor pengajaran melalui course work, praktek, dan pengalaman lapangan untuk membantu supervisor menganalisis secara akurat kondisi-kondisi kelas dan memberi rekomendasi yang tepat untuk peningkatan belajar bagi para siswanya.
Kenyataannya, kurang dari setengah institusi yang meberikan sertifikat atau pengangkatan supervisor pengajaran tidak menentukan jumlah jam minimum dalam melaksanakan tugas supervisi dan sedikit yang mempersyaratkan pemagangan. Implikasinya sedikit kesesuaian antara apa yang diinginkan guru bagi supervisor menolong perbaikan pengajaran, dan cara perguruan tunggi menyiapkan supervisor kurang serius (Sergiovanni dan Starrat, 193:22). Peranan administratif yang tercermin dari perilaku yang diobservasi dalam melaksanakan supervisi diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama yakni: (1) antarpersonal pemimpin dan penghubung; (2) informasi yang meliputi pemonitor, penyebar luasan, dan pembicara; dan (3) keputusan yang meliputi penguasa, penangkal gangguan, pembagi sumber daya, dan perunding.
Hal ini disebabkan kelas pada hakekatnya adalah tempat yang penuh kesibukan dan kompleks sehingga sulit bagi guru untuk mengikuti dengan seksama segala sesuatu yang sedang berlangsung. Jumlah dan interaksi guru dan siswa sangat banyak, sehingga tidak ada waktu bagi guru untuk merefleksikan bagaimana pengaruh tingkah lakunya maupun tingkah laku siswa. Alasan lainya adalah keterbatasn kemampan guru dalam mengendalikan dan menganalisis tingkah lakunya, maupun tingkah laku siswa untuk memudahkan usaha belajar.32
1)Dikatakan oleh DR. Oteng Sutisna (1974: 74, 75) bahwa suatu program kegiatan supervisi itu untuk menghadapi enam macam masalah sebagai berikut:33
1. Administrasi
aBeban mengajar guru, persiapan mengajar atau satuan pelajaran, buku kumpulan soal, daftar nilai, catatan prestasi siswa.
bKerajinan siswa untuk menghadiri sekolah, kesiapan siswa menjelang pelajaran dimulai, kelangkapan catatan.
cKetersediaan satuan pelajaran yang dibawa oleh guru dan yang akan digunakan dalam pembelajaran, ketika guru ruang kelas, menyiapkan peralatan sebelum pelajaran dimulai, jadwal pelajaran, buku kemajuan kelas.
dPenempatan tempat duduk siswa, menyusun jadwal penggunaan kelas khususnya mata pelajaran, mengatur giliran penggunaan perpustakaan, mengatur kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas
eKetertiban pemasangan papan pengumuman, majalah dinding, kerapian papan absensi, kerapian dokumen pendukung pelajaran.
2. Hubungan kemunusiaan
a)Memanfaatkan kekeliruan ataupun kesalahan-kesalahan yang dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya, bagi diri sendiri maupun bagi anggota kelompoknya.
b)Membantu mengatasi kekuarangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok, seperti dalam hal kemalasan, merasa rendah diri, acuh tak acuh, pesimistis, dan sebagainya.
c)Mengarahkan anggota kelompok kepada sikap-sikap yang demokratis.
d)Memupuk rasa saling menghormati di antara sesama anggota kelompok dan sesama manusia.
e)Menghilangkan rasa curiga-mencurigai antara anggota kelompok.
3.Hasil evaluasi
Dari hasil evaluasi ini supervisor akan menemukan beberapa kesimpulan yang akan dijadikan pemikiran untuk tercapainya tujuan pendidikan. Menurut pendapat Thomas H. Brigg dalam bukunya “Improving Instruction” bahwa tujuan-tujuan yang lebih terperinci dalam rangka kegiatan supervisi adalah sebagai berikut:
aMengintegrasikan anggota staf dan mengkoordinasi pekerjaan mereka
bMenjamin agar semua guru menyadari dan memahami masalah dan tantangan sekolah.
cMengembangkan moral kerja dan moral kelompok.
dMengembangkan prinsip-prinsip umum pendidikan dan menjamin pelaksanaan yang sungguh-sungguh.
eMerencanakan penerapan prinsip umum tersebut di dalam semua kegiatan pendidikan mengajar.
fMemcahkan soal-soal yang berhubungan dengan pendidikan dan memupuk implikasi alternatif yang dipilih.
gMenjelaskan fungsi khusus sekolah dan merencanakan dengan penuh cekatan usaha-usaha untuk mencapainya.
hMempersatukan guru-guru dalam satu kerja sama untuk mencapai tujuan sekolah.
iMemperoleh pengertian tentang gagasan-gagasan baru dan merencanakan untuk menggunakan mana yang sudah terbukti kebaikannya.
jMenyegarkan/memperbarui minat dan kesetiaan pada teori dan praktek-praktek lama yang baik, dan membimbing guru-guru untuk menyadari mengapa itu baik.
kMelaporkan sukses-sukses yang luar biasa dan meneruskan rencana-rencana praktek-prektek yang bersifat memperluas penggunanya.
lMemberikan ganjaran terhadap jasa-jasa dengan pengakuan dan hadiah-hadiah.
mMenjamin pengertian dan penghargaan dari semua guru terhadap fungsi dan sumbangan khusus dari tiap-tiap mata pelajaran.
nMemperoleh bantuan dari pertemuan kelompok sebagai tempat untuk menjelaskan segala masalah.
oMemperoleh dan memberikan pengertian tentang kondisi setempat dan merencanakan sesuai dengan kondisi tersebut.
pMemajukan antusiasme dan kemampuan.
qSaling mempertukarkan informasi yang membawa kepada pengertian tentang pibadi murid secara lebih baik.
rMenyiapan, membina, dan menyatukan murid-murid dan masyarakat sehubungan dengan program dan polisi sekolah.
sMendorong dan mengarahkan pertumbuhan jabatan oleh guru-guru.
tMengemukakan kesulitan-kesulitan pengajaran terutama tentang guru-guru yang melaksanakan jenis-jenis pekerjaan baru (kegiatan-kegiatan pendidikan modern) dan merencanakan untuk mengatasinya.
uMemulai jenis-jenis tipe supervisi yang lain dan berusaha agar guru-guru menerima supervisi tersebut.
vMemperkenalkan guru-guru dengan tujuan supervisi yang bersifat perorangan.
wMemberikan contoh-contoh prinsip pengajaran.
xMemberikan inspirasi yang sebenarnya kepada guru.34
4.Dalam pembinaan proses kelompok
a)Mengenal masing-masing pribadi anggota kelompok, baik kelemahan maupun kemampuan masing-masing.
b)Menimbulkan dan memelihara sikap percaya-mempercayai antara sesama anggota maupun antara anggota dan pimpinan.
c)Memupuk sikap dan kesediaan tolong-menolong.
d)Memperbesar rasa tanggung jawab para anggota kelompok.
e)Bertindak bijaksana dalam menyelesaikan pertentangan atau perselisihan pendapat di antara anggota kelompok.
f)Menguasai teknik-teknik memimpin rapat dan pertemuan-pertemuan lainnya.
5.Penguasaan materi
Dalam hal ini Kyte mengemukakan yang perlu diperhitungkan supervisor untuk dijadikan bahan pertimbangan yaitu, kekurangan-kekurangan dari pelajaran (weak point of tghe lesson)
Membicarakan tentang segala kelemahan guru dalam mengajar di kelasnya. Dalam hal ini sangat diharapkan sikap kreatif guru, tanpa mengungkapkan kelemahan-kelemahan guru tersebut, tapi sebaiknya secara bersama-sama menyalidiki bagaimana seharusnya memperbaiki kekurangan tersebut. 35
6.Kunjungan kelas
a.Kunjungan tanpa diberi tahu
Guru menjadi gugup, karena tiba-tiba didatangi. Tentu timbul prasangka bahwa ia dinilai dan hasil pasti tidak memuaskan. Ada sebagian guru yang tidak senang bila tiba-tiba dikunjungi tanpa diberi tahu terlebih dahulu.
b.Kunjungan atas undangan guru
Ada kemungkinan timbul sikap manipulasi, yaitu dengan dibuat-buat untuk menonjolkan diri, padahal waktu-waktu biasa ia tidak berbuat seperti itu.

C.Penyelesaian problematika
Pemecahan masalah/problematika ialah suatu proses pengamatan dan pengenalan serta usaha mengurangi perbedaan antara keadaan sekarang (das sein) dengan keadaan yang akan datang yang diharapkan (das sollen). Pemecahan masalah mengusahakan pendekatan antara jurang peisah kesenjangan yang ada. Maslah ialah perbedaan das sein dengan das sollen.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, manajer pendidikan selalu berhadapan dengan berbagai masalah karena masalah merupakan dinamika kehidupan. Selama manusia masih hidup, selama itu pula masalah pasti ada, baik itu masalah besar maupun masalah kecil. Jika masalah satu telah berhasil dipecahkan, maka timbul pula masalah lainnya. Tidak jarang pemecahan masalah itu justru menimbulkan masalah baru. Demikian seterusnya. Permasalahan yang mungkin dihadapi oleh manajer pendidikan antara lain ialah masalah proses belajar mengajar, kesiswaan, ketenagaan, sarana, prasarana, keuangan, laboratorium, perpustakaan, dan hubungan sekolah dengan masyarakat. Agar permasalahan itu dapat diatasi secara efektif dan efesien, manajer pendidikan harus mampu mengintegrasikan permasalahan yang dihadapinya dan mensingkronisasikan ketatalaksanaannya. Oleh sebab itu, manajer pendidikan perlu dibekali kemampuan mengatasi permasalahan dan mensingkronisasikan ketatalaksanaannya melalui teori pemecahan masalah. Cara mengidentifikasi masalah ditunjukkan oleh gambar berikut.

Sekarang baru satu buku


Yang diinginkan empat
buku



Inilah masalah saya
1..................
2...................
3...................

Gambar 1. Cara mengidentifikasi masalah

Proses pemecahan masalah secara umum digambarkan sebagai berikut:














Gambar 2. Proses pemecahan masalah



Verma (1996) memberikan tiga langkah manajemen konflik dengan menggunakan pemecahan masalah seperti Gambar 3. berikut.



angakah 1 Langkah 2 Langkah 3

Membutuh- Fungsi lebih Membutuhkan
kan komuni- utama dari- pendekatan,
kasi efektif pada ego & analisis
kepribadian (menang-me-
nang), strategi











Gambar 3. Manajemen konflik dengan pendekatan pemecahan masalah (Verma, 1996)
Anonim (1986) memberikan delapan langkah pemecahan masalah, yaitu sebagai berikut.
(1)Menemukan persoalan
Mengetahui mengapa persoalan itu harus dipecahkan.
Mengetahui mana yang harus benar-benar bermakna.
Membedakan persoalan dengan petunjuk adanya persoalan.
(2)Mencari sebab persoalan
Mencari semua penyebab yang mungkin.
(3)Mencari faktor yang paling berpengaruh
Menemukan penyebab utama dari semua penyebab yang mungkin.
Mengakibatkan penyelesaian masalah yang paling bermakna.
(4)Merencanakan langkah-langkah yang tepat.
Menentukan tindakan yang perlu dengan menggunakan 5W + 1H, yaitu
What: apa persoalan utamanya?
Why: mengapa perlu dipersoalkan?
Where: dimana persoalan itu terjadi?
When: kapan persoalan itu terjadi dan kapan batas waktu penyelesaiannya?
Who: siapa-siapa yang menyebabkan persoalan itu muncul, siapa yang bertanggung jawab dan siapa yang menyelesaikan persoalan itu?
How: bagaimana cara menyelesaikan persoalan itu termasuk bagaimana biayanya?
(5)Menerapkan langkah yang tepat.
Menjalankan sesuai rencana
(6)Memriksa hasilnya
Membandingkan hasil dengan rencana
Mengetahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
(7)Mencegah timbulnya persoalan yang sama
Apabila rencana tercapai buat standardisasi.
Apabila ada penyimpangan buat tindakan korektif dan perbaikan.
(8)Memperhatikan persoalan
Melihat kembali persoalan yang belum terselesaiakan
Untuk memulai dengan langkah (1)36
1.Menetapkan Persoalan
Langkah utama untuk memcahkan suatu persoalan ialah keyakinan, bahwa kita membahas persoalan yang sesungguhnya. Seorang karyawan datang pada kita dan mengatakan bahwa dia telah jemu mengerjakan suatu pekerjaan yang tertentu. Jika kita menerimanya begitu saja dan mulai memcakan persoalan itu, mungkin kita akan mendaptkan bahwa kita memecahkan persoalan yang salah, dan mungkin menimbulkan persoalan yang lain lagi. Sesungguhnya, ia mungkin bermaksud mengatakan bahwa dia sudah jemu terhadap kita sebagai supervisor atau dia telah merasa sebal melayani karyawan yang bekerja di hadapannya, atau bahwa memang dia telah melakukan lebih banyak kesalahan dari pada yang sewajarnya karena kurang cukup mendapat latihan.
Bagaimanakah caranya kita bisa mengetahui bahwa kita sedang mencoba memecahkan persolan yang sesungguhny? Cara yang terbaik adalah berbuat seperti seorang dokter memerika pasiennya-mengumpulkan semua symptom dan melihat gambaran apakah yang bisa berkembang. Dengan cara ini kita tidak hanya akan membahas symptom saja, tetapi persoalan yang sesunggunhnya. Sekali kita telah mendapatkan symptom itu, kita mulai bertanya apakah yang bisa menimbulkan symptom-symptom ini? Jika karyawan tersebut mengerjakan pekerjaannya kurang baik, maka itu mungkin adalah symptom dari sikap yang kurang baik atau symptom dari supervisi yang kurang bermutu, atau kondisi pekerjaan yang kurang baik. Apakah ada tanda-tanda lain? Apakah ada di antara karyawan yang bekerja baik sedangkan yang lain tidak? Apakah ada karyawan yang sama ini telah bekerja lebih baik pada waktu yang sudah-sudah? Hanya apabila kita puas atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi, kita akan yakin bahwa kita memecahkan persoalan yang tepat dan bukan hanya sesuatu gejala. Sekali kita telah yakin bahwa kita telah mengetahui apakah persoalannya, maka ada baiknya untuk menyatakannya demi kejelasan kita sendiri. Kurangilah hilangnya waktu produksi, kurangilah jumlah kekeliruan. Ingat bahwa bukan waktunya lagi untuk berkata kurangilah jumlah kekeliruan yang disebabkan karena campur tangan serikat buruh. Ini memberikan dugaan bahwa kita telah mengetahui sebab-sebab dari persoalan, yang mungkin demikian adanya, tetapi ada baiknya untuk mendapatkan fakta yang lebih banyak sebelum menyatakannya. Hal ini membawa kita ke langkah berikutnya.37
2.Mengumpulkan informasi
Bidang informasi sesuatu hal yang paling tinggi tetapi sering dianggap terlalu enteng. Selama ini sebetulnya kita telah menggunakan waktu ini dengan menetapkan persoalannya, apakah kita tidak cukup mendapatkan informasi? Tidak, tidak pada tahap ini. Kita belum siap memecahkan persoalan ini kita hanya ingin mengumpulkan informasi sebanyak mungkin agar bisa menolong, meyakinkan kita bahwa benar-benar memecahkan persoalan yang sesungguhnya, lalu menolong kita memilih berbagai pemikiran menentukan cara bagaimana memecahkan persoalan. Sekali kita telah megmpulkan sebanyak mungkin fakta sesuai dengan waktu yang tersedia untuk itu, kita meneliti sekali lagi untuk terakhir kalinya dan melihat apakah itu betul-betul berada di jalur yang benar. Apakah kita menemukan bahwa setiap supervisor sebelum kita juga mempunyai persoalan yang sama dengan karyawan yang sama pada pekerjaan yang sama pula? Hal ini tidaklah menghilangkan persoalannya tetapi mengubah kompleksnya persoalan tesebut.38
3.Menemukan sebab persoalan
Alasan mengapa kita menekankan fakta bahwa kita siap untuk memecahkannya ialah pada saat ini kita siap untuk menentukan sebab-sebanya. Hanya bilamana kita telah menemukan sebab-sebabnya kita dapat memilih pemecahan yang tepat. Dengan memakai informasi yang telah kita kumpulkan, kita harus memperhatikan semua sebab yang mungkin. Jika kita menentukan bahwa sebab dari hasil pekerjaan yang kurang baik adalah akibat dari pendidikan dan latihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan bukan pekerjaan yang baik, maka lalu kita mempunyai beberapa data yang bernilai yang dapat dipakai untuk diterapkan pada pemecahan yang benar. Akan tetapi kita mungkin berpendapat bahwa kita membutuhkan lebih banyak informasi agar lepas dari sebabnya.39
4.Mencari alternatif pemecahan
Apa yang ingin kita lakukan sekarang ialah memikirkan beberapa kemungkinan pemecahan, bukan hanya satu. Kita menginginkan yang terbaik dan ada caranya untuk mendapatkannya. Satu-satunya cara yang terbaik ialah memusatkan diri kita pada pemecahan-pemecahan persoalan yang besar kemungkinannya akan menghilangkan sebab-sebab. Jika timbul suatu keragu-raguan, simpan saja dahulu pikiran demikian itu, jika keragu-raguan itu kuat sekali. 40
5.Memilih pemecahan
Setelah kita melalui semua tahap itu, kita tiba pada saat bagaimana kita memilih pemecahan yang terbaik dari pilihan-pilihan yang telah kita daftarkan. Ada beberapa langkah yang pasti kita perlu pertimbangkan sekarang. Kita harus mempergunakan pendekatan sistematis.
Pertama-tama kita menanyakan diri kita sendiri apakah alternatif yang kita cari itu sungguh-sungguh mungkin. Lalu kita bertanya pada diri sendiri apakah alternatif itu sungguh-sunguh dapat dilaksanakan. Kemudian kita bertanya kepada diri sendiri lagi apakah alternatif yang kita prtimbangkan itu merupakan suatu pemecahan yang mungkin.
Sekali kita telah memilih alternatif, kita harus menyatakannya dengan jelas. Demi kepentingan semua yang bersangkutan, kita harus benar-benar memberikan kepastian bahwa setiap orang yang mendengar tentang pemecahan ini mengetahui dengan tepat siapa yang akan mengerjakan, apa yang akan dikerjakan dan apakah yang dipergunakannya dalam bentuk orang, uang dan waktu.41
6.Mengusahakan supaya rencana dapat berjalan
Hal ini membawa kita ke titik di mana pemecahan itu ada. Bagaimanakah cara saya dapat memperkenalkan ide baru itu? Tentu tidak merupakan persoalan, meskipun sebetulnya demikianlah halnya, dan banyak rencana gagal pada titik ini. Sekali lagi, ada beberapa pertanyaan tertentu yang harus ditanyakan. Kita harus lebih dahulu mengetahui persoalan dan mencoba menentukan bagaimana kita akan menghadapinya. Misalnya, kita harus bertanya pada diri kita sendiri, siapakan yang mungkin mau menentang pemecahan ini? Kita perlu menentukan resiko apa yang akan terjadi denagn mencoba ide yang baru dan berbeda ini, dan siapa yang mungkin salah paham mengenai apa yang kita coba lakukan. Setelah kita mengetahui terlebih dahulu siapa yang akan terpengaruh dan persoalan apa yang akan ditimbulkannya kita harus melihat apakah telah meliputi semua seriko, tentangan dan kesalahan. Jika demikian, sudah waktunya rencana yang telah dipilih itu dilaksanakan. Dengan mengambil langkah-langkah yang telah kita bahas, kita bukan saja menjadi lebih mengenal persoalalannya, tetapi juga mengenal alternatif untuk pemecahannya. Dengan cara ini, kita telah menjadi ahli dalam sebagian kecil dari operasi itu, dan hal ini akan mengatasi kekurang percayaan orang-orang terhadap kita dan kepercayaan pada diri kita sendiri. Hal ini adalah sangat penting untuk berhasilnya suatu kegiatan.42
7.Melaksanakan rencana
Melaksanakan rencana itu mempunyai arti lebih daripada hanya berusaha untuk mebuatnya berjalan, atau menyuruh seseorang untuk melakukan perkerjaan itu. Melaksanakan rencana berarti mengikuti jejak kemajuannya, mengawasi bagaimana jalannya keadaan juga mengadakan penyesuaian setiap saat.
Sebagian dari alasan untuk mengawasi kemajuan dari pemecahan soal kita itu adalah memeriksa kemampuan kita sendiri dalam memecahkan persoalan. Kita harus mengetahui pada suatu waktu di masa depan bagaimana baiknya pekerjaan kita dalam menetapkan persoalan, memilih alternatif, dan mengambil pilihan yang tepat. Tidak saja kita ingin mengetahui bagaimana baiknya kita mengerjakan ini, tetapi ingin juga melihat nilainya pemecahan soal itu. Jika kita berpikir tentang usaha pemecahan persoalan kita yang akan datang, kita akan menanyakan pada diri kita sendiri apakah semua ini dilakukan dengan efesien, atau apakah saya terlalu banyak memakai waktu untuk mencapai pemecahan soal yang kini berantakan? Lebih lanjut dapat ditunjukkan, kurang baikkah pekerjaan saya untuk mengetahui terlebih dahulu darimana datangnya kesulitan? Semua ini membawa kita ke langkah yang terakhir, yakni menyelidiki pemecahan soal setelah rencana itu dilaksanakan dan semua asap kesulitan dilenyapkan.
8.Pemecahan persoalan
Suatu pertanyaan sederhana yang kita tanyakan sekarang, “apakah pemacahan itu sungguh-sungguh berhasil?” jawabannya akan menyatakan sebagian besar dari apa yang ingin kita ketahui. Tidak peduli bagaiamana baiknya kita telah memikirkan rencana itu atau bagaimana baiknya kita melaksanakannya, jika rencana itu tidak memecahkan persoalan, maka sebetulnya rencana itu tidak begitu baik. Tetapi jika berhasil dan kita mendapatkan keuntungan sampingan yang kita pikirkan akan kita peroleh, maka kita harus mengatakan bahwa pemecahan itu pemecahan yang baik. Jika mungkin, kita harus berusaha mencari sebabnya mengapa pemecahan persoalan itu dapat berhasil. Hal ini mungkin kedengaran aneh, tetapi selalu ada kemungkinan bahwa persoalannya menghilang bukan karena apa yang kita kerjakan, tetapi lebih-lebih karena persoalan itu sendiri. Kesemuanya itu berarti bahwa kita meneliti dan mencoba menentukan apakah bersamaan dengan waktu itu ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi akibat pada hasil usaha pemecahan persoalan itu. Kalaupun hal ini tidak makan banyak waktu, sekurang-kurangnya ini berfaedah untuk sedikit mencegah kita terjebak dalam pikiran, bahwa kita sendirilah yang telah memecahkan persoalan, sedang apa yang dikerjakan oleh orang lain sama banyaknya dengan apa ang telah kita perbuat untuk mencapai hasil itu.
Bagian dari kelanjutan pemecahan soal itu meliputi juga menemukan secara tepat berapa banyak waktu yang diperlukan untuk berhasilnya pemecahan soal itu. Berapakah ongkos sebenarnya? Dan berapa banyakkah waktu kerja lembur kita pakai untuk hal-hal yang langsung berhubungan dengan pemecahan persoalan kita? Apakah pekerjaan itu sebetulnya lebih kompleks sebagai hasil kegiatan kita? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang wajar dan mungkin kita membutuhkan juga informasi itu untuk mendukung ide kita yang berikutnya. Jika kita telah melampaui pengeluaran yang kita taksir, maka lebih baiklah kita menyelesaikannya daripada orang lain. Juga kita menemukan berapa biayanya dalam bentuk uang, “apakah itu berguna untuk dikerjakan?” ini hanya dapat dilakukan jika semua fakta dan angka telah masuk.43









BAB III
PENYAJIAN DATA
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1.Sejarah Berdirinya SD Integral Luqman Al Hakim Surabaya
SD Integral Luqman Al Hakim berdiri atas prakarsa Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya. Sebagaimana diketahui bahwa Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya ini secara resmi terdaftar pada notaris pada 28 Nopember 1986 dan mulai beroperasi setengah tahun sesudahnya, 23 Juli 1988 dan secara resmi aktivitas kepesantrenan dimulai bulan Juli 1988. Kiprah awal pesantren ini adalah bergerak di bidang sosial keagamaan yang menampung anak-anak yatim, tidak mampu dan terlantar. Mereka dididik dan diasuh dengan nilai-nilai Islami melalui pendidikan informal (diniyah) saja.
Seiring dengan perkembangan dan tuntutan yang ditunjang oleh SDM yang semakin baik, yayasan yang merupakan cabang dari Pesantren Hidayatullah Balikpapan, Kalimantan Timur ini mulai merintis pendidikan formal pada tahun 1992 yakni SMP dan SMU tetapi masih terbatas untuk santri sendiri. Akhirnya pada tahun 1996 mulai dibuka secara umum dengan sistem boarding school. Untuk menambah kekuatan dan mengembangkan sayapnya dalam hal input siswa, pada tahun 1996 dibuka TK, Play Group dan SD untuk umum dengan sistem fullday school. Inilah cikal bakal berdirinya pendidikan formal di Pesantren Hidayatullah Surabaya (Sewindu Hidayatullah, 1997).
Lebih lanjut pendidikan yang diterapkan di Hidayatullah melalui lembaga pendidikan Luqman Al Hakim diilhami oleh Tarbiyah Ilahiyah kepada Rasul-Nya melalui pola sistematika nuzulnya wahyu, yakni malalui lima proses: menggugah kesadaran dengan al ‘Alaq, meniti jalan dengan al Qalam, membentuk watak dan kepribadian dengan al Muzammil, menyatukan langkah dengan al Muddatstsir, dan berislam dengan al Fatihah.
Pedidikan integral yang dimaksud di sini adalah merupakan pendidikan terpadu (Depdikbud dan Kepesantrenan) yang berusaha menyatukan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sehingga anak didik mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, skill, dan mental keagamaan yang terintegrasi dalam kepribadian tercermin dalam sikap dan kehidupan yang bersendikan nilai-nilai Islami (Dokumen LPI Luqman Al Hakim).
Selanjutnya pada sekolah dasar yang dimiliki Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah ini menggunakan sistem pembelajaran fullday school. Sistem ini diterapkan secara bertahap, lebih fleksibel, tidak secara drastis menggantikan peran keluarga dalam hal pendidikan. Orang tua masih memiliki peran yang penting dan signifikan dalam proses pembentukan kejiwaan anak. Sistem fullday school ini adalah model pembelajaran yang menetapkan alokasi waktu mulai pukul 07.30 hingga pukul 15.30 dengan model dan strategi pembelajaran yang kreatif, fleksibel dan tidak menjenuhkan. Sehingga masih memberikan kesempatan kepada keluarga untuk turut serta menanamkan proses tarbiyah kepada anak.
Dapat disimpulkan bahwa enam komponen terpenting yang harus diajarkan diterapkan dalam pengajaran dan pendidikan agar mereka tumbuh menjadi generasi yang diridhoi Allah: dzikir, syahadat, tawakkal, sabar, sholat, dan hijrah. Untuk itu tepatlah kiranya pendidikan ini dikelola (manage) dengan serius (Dokumen SD dan Sewindu pesantren Hidayatullah Surabaya).
Adapun tujuan program-program ini adalah:
1.Penanaman dan pembentukan sikap dasar Islam.
2.Penguasaan pengetahuan dan ketrampilan dasar.
3.Pembudayaan kehidupan Islami sejak dini.
4.Diharapkan anak didik mempunyai intelektual yang memadai, ketrampilan cukup, serta kepedulian sosial tinggi.
Dengan demikian agar semuanya terwujud maka dibentuk kurikulum terintegrasi yaitu:
aKurikulum SD Dekdikbud.
bKurikulum khusus SD Integral Luqman Al Hakim yang terdapat 4 program yaitu: kurikulum, penunjang, ekstrakurikuler dan insidental.
Dengan proses pembelajaran yang menggunakan kurikulum integral yang dikemas secara apik dan seimbang sehingga diharapkan output dari sekolah ini mampu membentuk sikap dan kepribadian anak yang mandiri, memiliki penguasaan pengetahuan dan skill yang cukup dan senantiasa dalam setiap aspek tingkah lakunya didasari oleh nilai-nilai Islami.
SD Integral Luqman Al Hakim pertama kali kepalai oleh Soeroyo, S.Pd dan masih dalam kondisi dan fasilitas sekolah yang sangat minim. Selanjutnya tongkat kepemimpinan dipercayakan kepada Drs. Zaenal Muttaqien dan pada masa inilah pengembangan-pengembangan sekolah dilakukan mengingat sumber daya dan dukungan yayasan cukup tinggi. Kemudian seiring perubahan dan restrukturisasi yang ada di tubuh Hidayatullah pada awal bulam pebruari 2002 kepemimpinan dipercayakan kepada Bapak Aep Saefuddin sampai pada bulan april 2007 dan kepemimpinan yang sekarang berjalan dipercayakan kepada Bapak Amrozi Alimuddin, S. Pd.












2. Struktur Organisasi SD Integral Luqman Al Hakim dan Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya





































3. Visi, Misi dan Tujuan SD Integral Luqman Al Hakim
1. Visi
SD Integral Luqman Al Hakim menjadi lembaga yang unggul dan kompetitif di tingkatannya serta menjadi kebanggaan umat mempunyai visi:
1.Unggul dalam pembentukan akhlakul karimah
2.Unggul dalam aktivitas keagamaan
3.Unggul dalam prestasi akademik
4.Unggul dalam seni dan kreativitas
2. Misi
1.Menyelenggarakan pengelolaan
2.Menerapkan manajemen partisipatif, dengan melibatkan seluruh komponen sekolah dan yang terkait dengan proses pendidikan
3.Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah
3. Tujuan
1.Mendidik anak-anak muslim untuk memahami dasar-dasar ajaran Islam dengan benar sehingga melahirkan Iman Islam yang kokoh, taat beribadah dengan melaksanakan syari’at Islam, serta berakhlaqul karimah
2.Mendidik anak-anak Muslim agar menjadi manusia yang cerdas dan menguasai dasar-dasar kemahiran membaca, menulis dan berhitung
3.Menumbuhkan sikap tanggung jawab, kemandirian dan kecakapan emosional
4.Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan berfikir logis, kritis dan kreatif serta estetis.
5.Memberikan dasar-dasar keterampilan hidup, kewirausahaan, dan etos kerja.
4. Kurikulum SD Integral Luqman Al Hakim
Kurikulum yang dipakai selama ini adalah kurikulum yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan kurikulum yang dikeluarkan oleh Pesantren Hidayatullah. Kurikulum yang dipakai dari diknas adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum Pesantren Hidayatullah adalah kurikulum yang mengembangkan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada kurikulum diknas. Yang meliputi PAI meliputi (Akhlaq, Aqidah dan Sirah), praktek ibadah, Al Qur’an dan Bahasa Arab.
5. Model Pembelajaran di SD Integral Luqman Al Hakim
Selama ini SD Integral Luqman Al Hakim menggunakan model pembelajaran full day scool yaitu waktu belajar lebih panjang dengan alokasi waktu mulai pukul 07.30 hingga pukul 15.30 WIB. Seluruh aktivitas pembelajaran semua dikemas secara variatif, kreatif serta fleksibel baik tempat maupun sistem/model pembelajaran, sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada anak.
6. Keadaan Guru dan Karyawan di SD Integral Luqman Al Hakim
Seluruh komponen person yang terlibat dalam proses pendidikan secara langsung maupun tidak langsung distandarisasi berdasarkan ketetapan organisasi (Hidayatullah). Ketentuan Pondok Pesantren Hidayatullah (PPH) yang terlibat langsung dengan proses pendidikan melibatkan pihak managemen untuk menentukan kwalifikasi sesuai dengan kebutuhan.
Dalam kebijaksanaan organisasi Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya sumber daya manusia yang ada di dalamnya harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Umum
1.Memiliki Tsaqofah Islamiyah
2.Baik dalam aqidah lurus, akhlak karimah, ibadah ahsan, amaliyah ikhlas
3.Bisa membaca al Qur’an dengan baik dan lancar
4.Memliki ruhul jihad
5.Tunduk dan patuh terhadap ketentuan yang telah disepakati
b. Khusus
1.Memliki kemampan di bidangnya
2.Memiliki komitmen terhadap lembaga
3.Memiliki prakarsa untuk maju




BAB IV
ANALISIS DATA
A. Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah
Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah; agar dapat menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk memberikan layanan yang lebih baik terhadap peserta didik dan berupaya menjadikan masyarakat sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif. Kepala sekolah sebagai supervisor, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan khususnya guru, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas profesionalisme guru dan meningkatakan kualitas pembelajaran melalui pembelajaran yang efektif.44
Adapun temuan yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara dengan kepala sekolah dan beberapa guru tentang kegiatan supervisi di sekolah SD Integral Luqman Al Hakim Surabaya sebagai berikut:
1.Proses supervisi
Semua peristiwa yang terjadi ketika supervisi berlangsung adalah proses supervisi. Proses supervisi diketahui dari langkah-langkah yang diakui oleh pelaksana dari awal sampai akhir selesainya supervisi.
Bertitik tolak dari dari hal yang terkandung dalam pengertian supervisi, proses supervisi yang dilaksanakan si SD Luqman Al Hakim Surabaya yaitu ada dua kegiatan pokok berupa pengumpulan data dan pembinaan.
2.Supervisi klinis
Jika setiap supervisi dilaksanakan dengan strategi klinis tersebut, maka kegiatan supervisi akan terlaksana dengan baik dan berbagai pihak juga akan dapat memetik manfaat. Peneliti mengambil kesimpulan dari beberapa kali wawancara dengan kepala sekolah bahwa supervisi yang dilakukan di sekolah SDI LH adalah mengunggulkan supervisi klinis, adapun temuan di lapangan yang peneliti temukan antara lain sebagai berikut:
a.Kegiatan supervisi akan berlangsung baik karena dapat mengupulkan informasi yang tepat, langsung dari guru sendiri, yang memang diperlukan dan tepat untuk digunakan dalam pembinaan. 45
b.Pihak pengawas atau kepala sekolah yang melaksanakan supervisi akan merasa puas karena dapat memberikan bantuan yang tepat kepada guru yang memerlukan, meskipun ada beberapa hal yang kurang bisa memuaskan bagi para guru, tapi itu merupakan sesuatu yang wajar bahwa dalam setiap aktivitas sedikit banyak akan mendapatkan benturan.46
c.Oleh karena supervisi yang dilaksanakan berdasarkan hasil diskusi bersama dengan guru dan dituliskan dalam bentuk perencanaan maka langkah kegiatannya menjadi pasti, setiap langkah dapat diikuti dan dicermati mana yang sudah dapat terlaksana dan mana yang belum, serta dapat dikaji ulang untuk penigkatan di lain waktu
d.Supervisi yang dilaksanakan di SD LH sangat terbuka, antara pengawas atau supervisor dalam hal ini adalah kepala sekolah, seperti yang diungkapkan oleh Suharsimi Arikunto dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Supervisi”. Bagi pihak guru akan merasa lebih dekat dengan supervisor atau kepala sekolah sehingga lama kelamaan tidak ada lagi yang perlu ditutupi. Dalam kegiatan yang lain pun keterbukaan seperti itu akan tetap terpelihara. Situasi inilah yang akan membantu menciptakan iklim sekolah dengan suasana harmonis dan penuh kekeluargaan.47
e.Guru akan merasa puas karena telah mendapatkan pembinaan yang sesuai dengan yang diperlukan, yaitu memcahkan masalah-masalah yang dijumpai secara tepat sasaran sehingga problema akan dapat teratasi.48
f.Pihak pengawas akan merasa puas karena dapat memberikan bantuan kepada guru secara tepat seperti apa yang dibutuhkan oleh guru. Selanjutnya hasil pembinaan dapat dirasakan oleh guru dan berdampak pada peningkatan mutu pelajaran.49
3.Langkah-langkah supervisi
Supervisi yang dilakukan di SDI LH yang dikaitkan dengan supervisi klinis dengan alternatif sebagai berikut:
a.Aspek yang menjadi titik pusat perhatian dalam program supervisi dalam tahun tersebut, sebagaimana berikut:
Pembinaan terhadap guru tentang bagaimana memenfaatkan bahan lokasi sebagai sumber untuk memperkaya materi pembelajaran.
Selain itu juga akan mengglakkan majalah dinding dan pemanfaatannya untuk memperkaya koleksi perpustakaan.50
b.Penjadwalan untuk setiap lama kurun waktu dan penggalan untuk setiap langkah kegiatan. Dalam langkah-langkah tersebut disebutkan isi, pihak dan sarana yang digunakan.51
Perencanaan yang rinci dan disusun bersama antara pengawas dan kepala sekolah ini dimaksudkan untuk menciptakan koordinasi antara keduanya sehingga pelaksanaan supervisi tidak simpang siur dan tumpang tindih.
Pengawas dan kepala sekolah menelaah instrumen yang diperlukan. Kepala sekolah sebagai supervisor perlu menyusun sendiri instrumen pemantauan yang diperlukan jika supervisor hendak mengaktifkan bagian dari hal-hal yang biasa disupervisi.
Kepala sekolah menyelenggarakan rapat pleno guru untuk menjelaskan langkah program yang sudah disusun. Dalam rapat tersebut di bagikan blangko kepada semua guru, berisi tawaran kepada guru yang ingin menggunakan masalah dan memerlukan pembinaan. Untuk ini guru diberi waktu yang cukup agar dapat berpikir dengan sungguh-sungguh masalah apa saja yang perlu mendapatkan pembinaan secara intensif, baik apa yang dapat dilakukan sendiri, dilakukan bersama pimpinan sekolah atau supervisor, atau juga mungkin perlu melibatkan orang tua siswa.
Kepala sekolah menyampaikan usulan guru kepada supervisor khusus sehingga di antara kedua petugas supervisi tersebut dapat mengadakan pembagian tugas, kalau dipandang perlu, supervisi dilakukan bersama.
Kepala sekolah atau supervisor menyusun rencana operasional untuk melaksanakan supervisi. Dalam pelaksanaan supervisi di SD LH ini pendekatan yang digunakan adalah supervisi klinis, yang dimulai dari awal, yaitu:
aGuru mengemukakan masalah yang dirasakan kepada pengawas atau kepala sekolah
bDiskusi bersama antara guru dengan supervisor untuk menemukan alternatif pemecahan masalah.
cGuru mencoba mengatasi masalah dalam praktik, sedang supervisor dengan cermat mengadakan pengamatan.
dSesudah selesai kegiatan tersebut, diadakan diskusi lagi untuk membicarakan hasil.
eJika msih diperlukan, artinya masalah yang dirasakan oleh guru belum teratasi secara tuntas, keduanya berdiskusi lagi menentukan alternatif lain atau mencoba alternatif pertama dengan langkah yang lebih baik.
fPengawas dan kepala sekolah bertemu kembali untuk membicarakan pelaksanaan rencana yang sudah disusun pada langkah awal. Pada waktu itu keduanya meninjau kembali bagian mana yang tidak terlaksana sambil mencoba menemukan penyebabnya. Dalam langkah ini supervisor menganalisis kegiatan yang sudah dilaksanakan, dengan maksud untuk menentukan secara pasti bagian mana yang dapat dilepas.
gBagian yang sudah terlaksana dengan baik dicatat untuk dapat diterapkan lagi dilain waktu, dalam kasus yang sama atau mirip.
hBagian yang belum terlaksana, didiskusikan untuk mencoba alternatif lain atau diagendakan, disusun rencananya untuk tahun-tahun lain, tidak harus tahun berikutnya.
4.Hasil supervisi
Hasil akhir supervisi bukan berupa status yang menunjukkan kualitas guru yang disupervisi, tetapi gambaran tentang komponen-komponen, bahkan aspek-aspek atau indikator komponen. Gambaran rinci tentang kualitas komponen dan indikatornya akan memberikan petunjuk bagi pengawas dan kepala sekolah untuk mengadakan pembinaan secara tepat. Meskipun demikian tidak berarti bahwa gambaran tentang posisi komponen tidak perlu, gambaran semua komponen tersebut bermanfaat untuk menentukan seberapa tinggi prestasi guru maupun sekolah dalam mengelola komponen yang bersangkutan.52 Adapun kompnen-komponennya adalah sebagai berikut:
a.Siswa
b.Guru
c.Kurikulum
d.Sarana dan prasarana
e.Lingkunga

B.Problematika Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah
1. Kurang puas
Ada sebagian guru yang tidak puas dengan kegiatan supervisi yang dilakukan di SDI LH, yaitu karena pelaksanaannya hanya dua kali dalam satu semester dan penilaian yang dilakukan oleh supervisor terhadap guru-guru.53
2.Tidak hadiranya guru
Ketika pelaksanaan supervisi dilakukan, kadang ada guru yang tidak hadir mengajar disebabkan beberapa alasan yang menjadikan para palaku supervisor tidak bisa menilai cara kerja guru ketika mengajar.54
3.Penafsiran ganda
Supervisi yang dilakukan di SD LH ini adalah satu guru disupervisi oleh dua orang supervisor, sehingg ada guru yang menafsirkan penilaian yang dilakukan oleh supervisor itu berbeda antara supervisor yang satu dengan yang lain, jadi ini merupakan sebuah problem bagi supervisor.55
4.Merasa teman sendiri
Kegiatan supervisi ini terdiri dari beberapa orang supervisor yang berasal dari kalangan sendiri dan mereka sangat akrab antara guru dengan supervisor sehingga dalam kegiatan ini terkadang membuat supervisor kurang merasa serius, tapi meskipun demikian, dalam hal mengambil kewengangan supervisor tetap memperhtikan hirarki struktur organisasi dan mekanisme lembaga ketika pelaksanaan supervisi berlangsung.56
A.Cara Menyelesaikan Poblematika Pelaksanaan Supervisi Kepala Sekolah
Komunikasi
Komunikasi menurut Colin Cherry (1964) adalah “pembentukan satuan sosial yang terdiri dari individu-individu melalui penggunaan bahasa dan tanda. Memiliki kebersamaan dalam peraturan-peraturan, untuk berbagai aktivitas pencapaian tujuan.” Harnack dan Fest (1964), yang menulis tentang pengambilan keputusan dalam kelompok, mendefinisikan komunikasi adalah “suatu proses ketika manusia berinteraksi untuk mencapai tujuan pengintegrasian baik antar individu dalam kelompok maupun di luar kelompok”, demikian juga Edwin Newman pun (1948) mendefinisikan komunkasi sebagai “ suatu proses ketika sejumlah orang diubah menjadi kelompok yang berfungsi.”57
Problem yang dihadapi supervisor adalah dalam persoalan perasaan kemanusiaan, jadi cara yang digunakan dalam menyelesaikan prolematika pelaksanaan supervisi ini adalah dengan cara komunikasi, misalnya dengan mengadakan rapat, musyawarah dan pelatihan-pelatiahan.
Dengan musyawarah, para supervisor, yaitu ketua supervisor itu sendiri, anggota-anggotanya ataupun kepala sekolah bisa langsung menyampaikan apa sebenarnya yang hendak dilaksanakan oleh supervisor guna kemajuan sekolah.58
Merata-ratakan
Dalam menjalankan kegiatan supervisi ini kadang ada guru yang menafsirkan ganda terhadap penilaian yang dilakukan oleh supervisor antara supervisor yang satu dengan yang lain, karena supervisi yang dilaksanakan di sekolah ini ada dua orang supervisor yang mensupervisi satu orang guru.59
Merata-ratakan adalah jalan yang bisa ditempuh oleh supervisor dalam menyelesaikan problem ketika ada penafsiran ganda dari guru yang disupervisi.


















BAB V
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, secara singkat dapat peneliti simpulkan bahwa problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al Hakim Surabaya adalah sebagai berikut:
1.Pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di Sekolah Dasar Integral Luqman Al Hakim Surabaya adalah sangat mengunggulkan jenis supervisi klinis karena dengan jenis klinis ini maka kegiatan supervisi akan terlaksana dengan baik dan berbagai pihak juga akan dapat memetik manfaat.
Supervisi yang dilaksanakan di SDI LH sangat terbuka, antara pengawas atau supervisor dalam hal ini adalah kepala sekolah, bagi pihak guru akan merasa lebih dekat dengan supervisor atau kepala sekolah sehingga tidak ada lagi yang perlu ditutupi. Dalam kegiatan yang lain pun keterbukaan seperti itu akan tetap terpelihara. Situasi inilah yang akan membantu menciptakan iklim sekolah dengan suasana harmonis dan penuh kekeluargaan.
2.Problematika pelaksanaan supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru di SDI LH Surabaya adalah sebagai berikut:
Tidak hadirnya guru ketika dalam proses pelaksanaan supervisi dilaksanakan.
Adanya penafsiran ganda dari guru mengenai penilaian yang dilakukan supervisor antara supervisor yang satu dengan yang lain.
Merasa teman sendiri.
3.Kepala sekolah selaku supervisor dalam menyelasaikan problematika pelaksanaa supervisi ini adalah dengan komunikasi dan merata-ratakan nilai terhadap guru-guru yang di supervisi.
B. Saran
Berpijak pada hasil penelitian di atas ada beberapa hal yang perlu disarankan oleh peneliti antara lain sebagai berikut:
1.Supervisor atau kepala sekolah hendaknya lebih bersifat tegas dalam mengambil keputusan meskipun antara guru dan supervisor sama-sama teman dekat.
2.Sikap kerjasama dan keterbukaan antara supervisor dan para guru hendaknya dipertahankan karena dengan sikap demikian dapat menimbulkan keharmonisan dan solidaritas dalam meningkatkan kemajuan sekolah tersebut.
3.Peneliti menyarankan agar kegiatan supervisi ini lebih ditingkatkan lagi kalau perlu ditambah lagi waktu mensupervisi (kunjungan kelas)nya, yang biasanya dilaksanakan hanya dua kali dalam satu semester untuk bisa lebih dari yang biasanya.
C.Penutup
Segala puji hanya milik Allah SWT yang masih berkenan memberikan kesempatan, kesehatan, pertolongan serta kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini, walaupun di sana sini dalam penulisan ini terdapat banyak kesalahan.
Semoga karya yang kecil ini merupakan salah salah satu bentuk dari amal sholeh yang bisa diterima oleh Allah SWT Aamiin yaa Robbal ‘Aalaamiin.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materi hingga terselesainya skripsi ini, semoga dalam setiap langkahnya tidak menjadi suatu kesia-siaan, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Aamiin.
Di akhir skripsi ini, penulis hanya bisa mengharap kemaklumannya kepada semua pihak yang membaca skipsi ini, karena dalam penulisan ini tidak sedikit kesalahan yang peneliti tuliskan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis sendiri, khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.














Daftar Pustaka
Arikunto Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian, Suatu Pengantar praktik. Jakarta: Rineka Cipta
________________. 1993. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ar. Ardi Candra Pius Abdullah, Kamus Indonesia-Inggris – Inggris-Indonesia, Surabaya: ARKOLA
Mulyasa. E, MPd. Dr. 2005. Cet ke-5. Menjadi Kepala Sekolah Professional Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK, Bandung: PT. Rosda Karya
Fisher Aubrey. B. 1990. Teori-Teori Komunkasi, Perspektif Mekanistis, Psikologis, Intraksional, dan Pragmatis, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Marzuki. 1983. Metodologi Research.. Yogyakarta: UII Press
Moleong Lexy. 1999. Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya
____________. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya
M. Broadwell Martin.1972. Supervisor dan Masalahnya. Yogyakarta: Yayasan Kanisius
Piet A. Sahertian,. Prof. Drs. 2000. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. 1994. Surabaya: ARKOLA
Purwanto Ngalim. M., MP, Drs. 2005. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Rosda Karya
Sagala Syaiful. H. 2006. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta
Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru Dan Anak-Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta.
Syafaruddin. 2002. Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan (Konsep, Strategi, dan Aplikasi). Jakarta: PT. Grasindo, 89
Subroto Suryo. B. 2004. cet-1. Manajemen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Usman Husaini M.T., M. Pd., Dr., Prof. 2006. MANAJEMEN (Teori, Praktik, Dan Riset pendidikan). Jakarta: Bumi Aksara